Xi Jinping, Sergey Lavrov, dan Tatanan Internasional

Latar Belakang

Dunia sekarang ini memiliki suatu permasalahan yang mungkin tampaknya sepele namun sebenarnya sangat berarti, ya itu adalah pelanggaran terhadap hak beberapa bangsa di dunia ini untuk menjadi lebih baik dan maju dengan jalan berbeda atau mungkin berlawanan dari apa negara lain inginkan. Ini adalah salah satu dari bekas-bekas Perang Dingin yang masih tersisa dalam mental pemenangnya.

Keinginan untuk menjadi kekuatan tunggal di dunia dan merasa paling hebat di atas negara-negara lain. Sebagian negara mungkin tidak terlalu memikirkan hal ini, namun bagi sebagian bangsa ini adalah hal yang bermasalah. Terutama bangsa-bangsa yang memang memiliki keinginan untuk mengangkat negaranya menjadi besar. Sehingga jika memang ada yang menghalangi tujuan mereka, ini adalah sebuah permasalahan yang besar.

Contoh Kejadian

Seperti contoh saja adalah kejadian penjajahan Iraq oleh USA pada tahun 2002. Kejadian ini menunjukkan bahwa terjadi suatu intervensi terhadap kemerdekaan suatu bangsa. Mungkin saja pemerintah Iraq memang melakukan kesalahan namun penjajahan dari negara lain dan pemaksaan kepada suatu prinsip tertentu adalah suatu yang tidak bisa diterima. Setiap negara harus menghormati kemerdekaan negara lain meskipun tidak sesuai dengan keinginannya.

Solusi dari Xi Jinping dan Sergey Lavrov

Untuk mengatasi permasalahan seperti ini, ada dua figur internasional yang mengusulkan perlunya ada suatu aturan yang membahas mengenai hal-hal seperti ini.

Mereka adalah Sergey Lavrov dan Xi Jinping. Sergey Lavrov adalah mantan menteri luar negeri yang pernah juga menjadi perwakilan Federasi Rusia untuk PBB sementara Xi Jinping adalah mantan Presiden Republik Rakyat China.

Keduanya memang tampaknya adalah figur yang berusaha untuk mengakhiri dominasi Barat dan mereka berasal dari negara-negara yang memang memiliki hubungan dan sejarah yang tidak terlalu baik dengan Barat.

Apa yang ditawarkan oleh Xi Jinping dan Sergey Lavrov?

Xi Jinping dalam pidatonya berkenaan dengan ulang tahun PBB ke-75 mengatakan:

"Tidak ada negara yang memiliki hak untuk menguasai urusan global, menentukan masa depan yang lainnya, atau pun mengambil manfaat dari perkembangan (dunia) untuk dirinya sendiri."

Segey Lavrov memiliki pernyataan yang tampaknya jauh lebih ofensif.

"Sekarang adalah waktunya untuk berhenti menerapkan patokan Barat dalam tindakan2 kita dan juga berhenti untuk mencoba disukai oleh Barat dalam segala hal." "Tampak jelas bagi saya bahwa Barat, dengan sengaja atau tidak, memaksa kita ke arah analisis ini. Lebih tampaknya dilakukan tanpa sengaja."

Melihat dari pernyataan dua tokoh tersebut dan kejadian yang terjadi di Iraq*, kita dapat ambil kesimpulan bahwa dunia membutuhkan sebuah Hukum Internasional yang berlandaskan pada Rule of Law bukan pada Tatanan Internasional.

Ada apa dengan Tatanan Internasional?

Dalam Tatanan Internasional, suatu bangsa harus mengikuti sebuah set yang diatur sedemikian rupa agar bersifat universal. Namun, ini adalah sebuah kesalahan karena setiap bangsa dan negara itu berbeda. Dunia ini tidak berdiri dengan satu pandangan tunggal namun penuh dengan perbedaan. Hal ini menyebabkan adanya kesamaran terhadap hak-hak setiap bangsa seperti kemerdekaan, menentukan masa depannya sendiri, dan lain-lain.

Seperti halnya kasus penjajahan Iraq, terjadi pelanggaran terhadap kemerdekaan Iraq sebagai bangsa yang merdeka. USA mencoba untuk mengaplikasikan apa yang menurut sebelah pihak benar namun pada kenyataannya itu adalah kegagalan yang mengakibatkan peperangan tak berujung.

Mengapa Rule of Law Penting?

Hukum Internasional yang berlandaskan pada Rule of Law adalah solusi dari apa yang sedang terjadi di dunia Internasional dan dikeluhkan oleh dua tokoh tersebut. Dengan Rule of Law, setiap bangsa memiliki kebebasan untuk membangun diri mereka sendiri. Sehingga setiap bangsa dapat menyelesaikan permasalahan negera mereka sendiri sesuai dengan keadaan dan keinginan mereka dengan tetap di bawah Rule of Law yang ada.

Kesimpulan

Perang Dingin telah menyisakan penyakit mental bagi sebagian pemenangnya, yaitu keinginan untuk menjadi kekuatan tunggal dunia dan menjadi yang paling hebat di dunia. Saat ini lah kita perlu untuk mengakhiri hal ini karena setiap negara memiliki kemerdekaan dan pilihan masing-masing.

Tatanan Internasional yang selama ini ada, ternyata tidak ada kejelasan ke-universal-annya sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran terhadap hak setiap bangsa dan negara oleh mereka yang memiliki mental Perang Dingin seperti Perang Iraq.

Dengan adanya Hukum Internasional yang berlandaskan pada Rule of Law, sisa-sisa Perang Dingin dapat benar-benar hilang dan setiap bangsa dan negara memiliki kesempatan untuk menentukan masa depannya sendiri tanpa gangguan dari pihak-pihak lain.

"Setiap negara harus menghormati kemerdekaan negara lain meskipun tidak sesuai dengan keinginannya." (Penulis)

Referensi

The End Of The 'Rules Based International Order'

*) Ditambahkan pada 04 Maret 2021 untuk memberikan kejelasan lebih.
**) Quote dari penulis dipindah dibawah